POLAH ASUH ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN ANAK

Sunarty, Kustiah (2015) POLAH ASUH ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN ANAK. 2015 . Edukasi Mitra Grafika, Palu, Sulawesi Tengah. ISBN 978-602-7629-60-8

[img]
Preview
Text (Buku Referensi)
Peer Review BUKU - POLAH ASUH ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN ANAK.pdf

Download (429kB) | Preview
[img]
Preview
Text (Peer Review Buku Referensi)
BUKU - POLAH ASUH ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN ANAK.pdf

Download (5MB) | Preview

Abstract

Pendahuluan: Pendidikan mempunyai tugas dan fungsi utama membangun kemandirian manusia dan masyarakat serta bangsa. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, tertulis: Tujuan pendidikan nasional, yaitu meningkatkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasar pada tujuan-tujuan pendidikan nasional tersebut, salah satu tujuan pendidikan yang merupakan potensi yang penting dikembangkan pada diri manusia adalah “kemandirian”. Mengapa? Oleh karena kemandirian merupakan kemampuan yang berkaitan dengan kecakapan dalam mengambil keputusan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas dan kebutuhan individu. Depdiknas (2000: 155) “kemandirian didefinisikan sebagai hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain”. Ketidaktergantungan kepada orang lain ditandai dengan kemampuan individu memenuhi kebutuhannya sendiri baik secara fisik maupun psikis. Jadi, anak yang mandiri adalah anak yang perilakunya dicirikan dengan kemampuannya mengambil keputusan sendiri terhadap aktivitas-aktivitas dan kebutuhan-kebutuhannya, dalam kehidupannya sehari-hari. Pendidikan sebagai salah satu institusi sosial memiliki fungsi melekat menumbuhkan kemandirian manusia, masyarakat, dan bangsa (Suryono, 2013). Akhir-akhir ini, salah satu isu penting pendidikan yang sering dikaji dari berbagai sudut pandang adalah pembentukan karakter anak. Karakter merupakan wadah dari berbagai karakteristik psikologis yang membimbing individu untuk menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungan yang dihadapi. Karakter menjadi penentu untuk mengetahui potensi (mampu atau tidak mampu) seorang individu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi atau kondisi yang dihadapinya. Salah satu jenis karakter yang dapat mengukur tingkat penyesuaian diri individu adalah kemandirian. Kemandirian sangat membantu dan mendukung anak dalam belajar memahami pilihan perilaku beserta risiko yang harus dipertanggung-jawabkannya, terutama yang berkaitan dengan pengambilan keputusan terhadap aktivitas-aktivitas dan kebutuhan-kebutuhan anak sesuai dengan jenjang pendidikan, tahap-tahap dan tugas-tugas perkembangan anak. Pentingnya kemandirian bagi anak dapat dilihat dari kompleksitas kehidupan dewasa ini, yang secara langsung atau tidak langsung memengaruhi kehidupan anak. Pengaruh kompleksitas kehidupan anak terlihat dari berbagai fenomena yang sangat membutuhkan perhatian dunia pendidikan, antara lain: perkelahian antarsiswa, penyalah-gunaan obat dan alkohol, perilaku agresif, dan berbagai perilaku menyimpang yang sudah mengarah pada tindakan kriminal. Dalam konteks proses belajar terlihat adanya fenomena peserta didik yang kurang mandiri dalam belajar, yang dapat menimbulkan gangguan mental setelah memasuki pendidikan lanjutan; kebiasaaan belajar yang kurang baik, misalnya tidak betah belajar lama, belajar hanya menjelang ujian, membolos, menyontek, dan mencari bocoran soal-soal ujian (Desmita, 2009). Masih terbayang dalam ingatan kita “Kasus Nyontek Massal” yang terjadi di SD Nagel Surabaya (Alif dan Bu Siami) oleh media massa, baik cetak maupun elektronik (TV On-line, Juni 2011) menayangkan berita tentang “runtuhnya kejujuran”. Demikian pula masih sering terdengar keluhan-keluhn dari para guru, guru pembimbing/konselor, yang mengatakan bahwa siswa-siswa malas belajar, siswa belajar jika diperintah, belajar jika ada ujian keesokan harinya, gembira jika guru tidak mengajar, ataukah ribut di kelas jika ada jam lowong, terlalu santai, malas mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, sering masuk terlambat dan pulang terlambat, banyak siswa yang berkeliaran di luar sekolah pada jam-jam sekolah, tawuran, unjuk rasa dan sebagainya. Berkaitan dengan contoh-contoh kasus tersebut, banyak faktor yang dapat memengaruhi kemandirian anak. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari dalam diri anak (intern) dan faktor dari luar diri anak (ekstern). Ali & Asrori (2008) dan Astuti (2009) mengemukakan faktor-faktor dari dalam diri anak, seperti gen/keturunan, urutan kelahiran, kondisi fisik, bakat dan potensi intelektual, kematangan, dan jenis kelamin anak; sedangkan faktor-faktor dari luar diri anak, seperti pola asuh orangtua, sistem pendidikan sekolah, dan sistem kehidupan masyarakat. Dari sejumlah faktor yang memengaruhi tingkat kemandirian anak, penulis tertarik mengkaji lebih lanjut pada faktor pola asuh orangtua, dengan pertimbangan sejumlah hasil penelitian (Arifin, 2008; Arsetyono, 2009; Astuti, 2009; Sunarty, 2014) mengungkapkan bahwa kemandirian anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh orangtuanya, yang bermula dari proses tumbuh kembang anak. Di dalam proses tumbuh kembang menjadi manusia, anak mulai dibentuk kepribadiannya oleh keluarganya. Pembentukan kepribadian anak diperoleh melalui proses sosialisasi di dalam keluarga. Proses sosialisasi tersebut berlangsung dalam bentuk komunikasi, transaksi atau interaksi an¬tar-anggota keluarga, terutama antara orangtua dan anaknya. Keluarga merupakan sistem penunjang pembentukan kepribadian jika ia bekerja baik, merupakan dasar yang baik bagi pengembangan terbaik manusia, teristimewa jika anggota keluarga membe¬rikan tempat yang nyaman bagi pertumbuhan anak. Kenyataan menunjukkan banyak orangtua yang memerlakukan anaknya seperti kanak-kanak, meskipun anaknya sudah besar (dewasa), memerlakukan anak sesuai dengan keinginan orangtua dan harus diterima anak tanpa syarat, terlalu melindungi anak secara belebihan, dan ada pula perilaku orangtua yang tidak peduli, mengabaikan, dan menolak kehadiran anak. Perilaku orangtua dapat dikenali melalui ucapan-ucapan dan tindakan-tindakannya terhadap anaknya. Misalnya serba mengkritik, serba melindungi, selalu berubah, serba menentang, mengabaikan, serba mengatur, menuntut perhatian emosional anak secara berlebihan, terlalu sering mengatur, mengarahkan, memerintah, mengingatkan, memarahi, yang membuat anak harus menjadi penurut, anak tidak perlu memikirkan kebutuhan-kebutuhannya sendiri, yang mengakibatkan anak tidak mandiri atau tetap bergantung kepada orangtuanya. Gejala-gejala perilaku anak yang muncul dalam bentuk kasus-kasus dan perilaku orangtua seperti yang diungkapkan tersebut merupakan sebagian dari kendala-kendala utama dalam mempersiapkan manusia yang mandiri dan ber¬kualitas. Oleh karena itu gejala-gejala perilaku anak dan sikap hidup orangtua seperti itu harus di¬ubah dan diperbaiki. Pengubahan dan perbaikannya, dimulai dari keluarga melalui pola asuh orangtua. Buku ini lahir didahului oleh survei awal tentang pola asuh orangtua dan kemandirian anak pada tiga SMP Negeri (SMPN 1, SMPN 8, dan SMPN 35) Makassar, yang dilaksanakan bulan Juli 2012. Hasil survei menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pola asuh orangtua dan kemandirian anaknya. Selanjutnya, dari hasil survei awal tersebut ditemukan pula bahwa pola asuh orangtua yang dapat meningkatkan kemandirian anak adalah pola asuh orangtua positif dan demokratis (Sunarty, 2014). Atas dasar temuan tersebut itulah pemaparan mengenai pola asuh orangtua merujuk pada teori pola asuh orangtua positif dan demokratis. Selanjutnya, tujuan penulisan buku ini adalah memfasilitasi orangtua dengan beberapa keterampilan yang berkaitan dengan pola asuh, khususnya pola asuh orangtua positif dan demokratis, guna membantu para orangtua meningkatkan kemandirian anaknya. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pada bab-bab selanjutnya dalam buku ini secara berturut-turut dikemukakan keterampilan-keterampilan kepengasuhan yang dibutuhkan orangtua dalam melaksanakan peran dan fungsinya, berdasar teori pola asuh positif dan demokratis, terutama ketika terjadi komunikasi, transaksi atau interaksi antara orangtua dan anak. Keterampilan-keterampilan pola asuh yang dimaksud, adalah keterampilan yang berkaitan dengan: (1) Cara Pandang Orangtua dalam Berkomunikasi, (2) Bentuk-Bentuk Komunikasi, (3) Jenis Perasaan Anak dan Sikap/Tindakan Orangtua dalam Berkomunikasi, (4) Mendengarkan dalam Berkomunikasi, dan (5) Penggunaan “Pesan” dalam Berkomunikasi. Berdasar pada hasil survei awal yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pola asuh orangtua positif dan demokratis dapat meningkatkan kemandiriana anak, sehingga dapat disimpulkan bahwa pola asuh orangtua sangat menentukan meningkat atau tidak meningkatnya kemandirian anak. Oleh karena itu, buku ini dapat menjadi salah satu solusi untuk membantu para orangtua dalam upayanya meningkatkan kemandirian anaknya.

Item Type: Book
Subjects: KARYA ILMIAH DOSEN
Universitas Negeri Makassar > KARYA ILMIAH DOSEN
Divisions: FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
Depositing User: S.T., M.T. Faruq Ratuhaji
Date Deposited: 08 Mar 2017 07:40
Last Modified: 08 Mar 2017 07:40
URI: http://eprints.unm.ac.id/id/eprint/2220

Actions (login required)

View Item View Item