Tulisan Kehidupan

Foto istimewa

TERKINI.id, – Kehidupan ibarat rentetan peristiwa yang telah, sementara, dan atau akan dijalani seorang manusia. Direncanakan, lahir, tumbuh, kembang, suka, duka, bahagia, ujian, musibah, sakit, gagal, bangkit, sukses, refleksi, beribadah, berinteraksi, kematian, bangga, sedih, atau deretan lainnya.

Manusia diberikan “kebebasan” oleh Sang Pencipta untuk memilih deretan tersebut di atas, sepanjang masih di bawah kontrolnya. Bila di luar kemampuannya, haruslah siap menerima apapun itu, satu persatu, bersamaan, atau silih berganti sebagai efek dari hukum kausalitas.

Manusia diberikan kebebasan oleh sang pencipta. Foto : Istimewa

Beberapa fenomena di sekeliling kita ataupun yang menimpa diri, hendaknya menjadi pelajaran berharga. Kemajuan teknologi informasi memungkinkan dengan cepat mengakses informasi yang beredar di masyarakat. Hadirnya media sosial membantu percepatan akses hingga ke genggaman individu.

Terungkapnya kasus korupsi, pembunuhan, penipuan, atau lainnya bisa menimpa siapapun. Namun pemberitaan prestasi, kesuksesan, dan kebahagian masih bisa menjadi penyeimbang berita yang dominan itu.

Kata “andai” bisa membantu beranologi menempatkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. Bila negatif, jadikan referensi untuk mengevaluasi diri dan segera bergeser ke titik “0” serta berangsur-angsur menuju arah positif. Jika positif, jadikan semangat untuk berbuat seperti contoh baik tersebut, agar bisa sepertinya dan bila memungkinkan lebih baik.

Baca :Ternyata mandi hanya ilusi manusia untuk merasa bersih
Menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari. Foto : Istimewa

Titik “0” ibarat refleksi diri terhadap kondisi yang tidak/kurang baik yang telah kita lakukan. Hadirnya satu bulan diantara sebelas bulan lainnya sebagai bonus, dimanfaatkan sebagai momentum untuk kembali ke titik “0”. Bulan Ramadan disiapkan oleh Tuhan sebagai sarana untuk evaluasi diri.

Manusia yang sadar akan khilafnya, meminta maaf, dan berjanji untuk tidak melakukan lagi senantiasa dirindukan Tuhannya. Sebesar apapun dosanya, asalkan tidak menyekutukan-Nya. Dalam konteks duniawi, diserahkan pada tingkat kesalahan yang diperbuatnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Berkomitmen berubah dari kealpaannya, tidak hanya saat kondisinya dalam “terpuruk”, namun akan melakukan lagi ketika telah “membaik”. Kondisi ideal, dalam keadaan apapun totalitas kembali kejalan-Nya.

Bila ada manusia yang mau merubah dirinya, berilah ruang dan kesempatan, agar dia bisa membuktikan ke mahluk lain dan Tuhan-Nya bahwa dirinya layak dipercaya serta pilihan memberi kepercayaan kepadanya sudah tepat. Sebaliknya, bila ada manusia telah berbuat salah untuk kedua, ketiga, atau bahkan seterusnya patut dipertimbangkan sesuai dengan tingkat kesalahannya dan berikanlah kesempatan sebelum ajalnya tiba.

Baca :Demi bertahan hidup, pemuda ini rela ngesot puluhan kilometer

Berpikir positif dan secara periodik mengevaluai pilihan bijak memberi kesempatan menjadi manusia yang lebih baik, jangan dominan berburuk sangkanya apatah lagi telah menjudge bahwa tidak akan bisa berubah. Memberi dukungan dan doa bagi manusia yang ingin berubah akan membantu proses penguatan kepercayaan dirinya dalam menapaki kehidupan bergeser dari titik “0”.

Semakin cepat kita memberikan sinyal kepercayaan kepadanya, semakin efektif akan bangkit dari keterpurukannya. Bahkan bila sinyal itu kuat ditangkapnya tanpa ada keraguan, maka yakinlah dia akan mempercepat langkah, bahkan mungkin berlari menempuh perjalanan baik yang terhampar di depannya. Tentunya waktu jualah yang akan menjawab yang bersangkutan konsisten terhadap komitmennya.

Muhammad Farid
– Dosen UNM
– Ph.D Student NKUAS Taiwan
– Wakil Ketua PPI Taiwan